Senin, 10 September 2012

120910 Kuliah Umum : Reformasi Kejaksaan dan Penegakan Hukum yang Berkeadilan

Curriculum Vitae

Nama: Drs. H. Moh. Amari, S.H., M.H.
Pangkat: Jaksa Utama Golongan 4E
Jabatan: Wakil Koordinator Staf Ahli Jaksa Agung RI 2011-Sekarang
TTL: Kediri, 8 Januari 1954
Agama: Islam
Alamat:-
Pendidikan: Mendapatkan gelar sarjana hukum pada tahun 1989, mendapatkan gelar magister hukum pada tahun 2002, mendapatkan gelar doktor pada tahun 2012.
Riwayat jabatan:

------------------------------------------------------------------------------------------------------------


Hukum adalah rentetatan tulisan yang ada di dalam kertas. Hanya mahasiswa fakultas hukum yang mau ujian yang membaca secara tertib bunyi undang - undang. Hukum trasa tidak menarik ketika melihat undang-undang tertulis di atas kertas. Hukum menjadi menarik perhatian kita dan masyarakat apabila telah terjadi pelanggaran dan terjadi proses penegakan. Apa itu proses penegakan hukum? Proses penegakan hukum adalah suatu proses yang ditempuh penegak hukum agar hukum itu berlaku seperti yang seharusnya dengan melaksanakan tahapan-tahapan tertentu.
Untuk penegakan hukum pidana, tahap yang pertama adalah penyelidikan. Ketika terjadi pelanggaran hukum, korban atau masyarakat yang mengetahui pelanggaran melapor pada pihak berwajib yang dalam hal ini adalah penyidik. Untuk tindak pidana umum penyidiknya adalah polisi, sedangkan untuk tindak pidana khusus korupsi dapat memilih antara polisi, jaksa, atau KPK. Kalau sudah ada laporan dari masyarakat ke penyddik, penyidik akan menulis laporan itu. Setelah ditulis akan disampaikan ke instansi dan akan dikeluarkan surat perintah penyelidikan.
Sebelum diketahui persis apa tindak pidana yang terjadi, siapa tersangkanya, siapa korbannya, bagaimana ceritanya, biasanya penyidik akan melakukan penyelidikan. Penyelidikan adalah serangkaian tindakan yang dilaksanakan oleh penyidik untuk mengetahui apakan benar telah terjadi tindak pidana. Kalau ternyata benar terjadi, penyidik kemudian melaksanakan tugasnya. Hasil penyelidikan oleh penyidik dilaporkan kepada penuntut umum. Penuntut umum memeriksa apakah berkasnya sudah lengkap atau belum. Kalau berkas sudah memenuhi syarat, akan dikeluarkan surat keterangan yang biasanya dikejaksaan disebut dengan P21. P21 adalah format yang isinya merupakan pemberitahuan kepada penyidik bahwa hasil penyidikan sudah lengkap dan kepada penyidik diminta untuk menyerahkan berkas tersebut ke kejaksaan. Kemudian oleh kejaksaan akan dipelajari dan disusunlah surat dakwa. Oleh kejaksaan setelah surat dakwa disusun dan sudah sesuai dengan ketentuan maka akan dilimpahkan ke pengadilan. Di pengadilan kemudian akan ditunjuk hakim yang akan menyidangkan, lalu ditentukan kelengkapan hari sidang dan jaksa diminta untuk menghadirkan tersangka, saksi, dan barang bukti ke pengadilan dan saat itu namanya bukan tersangka tapi sudah menjadi terdakwa. Dan setelah diputus perkaranya oleh hakim namanya menjadi terpidana.
Yang sering menjadi masalah adalah ketika penyelidikan. Karena penyelidikan melibatkan banyak orang, orang yang tadinya berpikir lurus dapat menjadi berbelok untuk kepentingan suatu pihak. Inilah seperti yang dapat diamati dalam mass media bahwa penegakan hukum di Indonesia sekarang dianggap berada di suatu titik nadir, karena terjadi penyimpangan - penyimpangan. Hukum itu bukan masalah, yang jadi masalah apabila terjadi pelanggaran hukum dan kemudian hukum itu harus ditegakkan. Dalam penegakkan hukum ini seringkali terjadi dinamika akibat gesekan – gesekan kepentingan, kepentingan antara penegak hukum itu sendiri dengan kepentingan para tersangka atau korban.
Dalam kondisi yang ada sekarang, dengan reformasi birokrasi termasuk di dalamnya reformasi kejaksaan diharapkan dapat memformulasi kembali cara – cara kerja dan menata kembali berbagai hal yang berkenaan dengan pekerjaan baik penegak hukum atau pekerja lain, sehingga dapat berjalan sesuai dengan tuntutan jaman seperti yang diharapkan oleh masyarakat. Saat ini reformasi birokrasi ditangani oleh Menteri Pemberdayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Tujuan dari reformasi birokrasi yang termasuk di dalamnya adalah reformasi kejaksaan adalah untuk menata agar kondisi masyarakat madani atau masyarakat yang menata kehidupan sosialnya menjadi lebih baik, dapat segera diwujudkan dan menempatkan hukum sebagai panglima.
Reformasi birokrasi yaitu memformulasikan kembali tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara agar aparat penegak hukum bisa bekerja secara efektif dan efisien dalam melaksanakan tugas umum pemerintah. Tugas umum pemerintah adalah tugas umum yang dilaksanakan oleh semua anggota masyarakat terutama penyelenggara negara dalam melaksanakan pembangunan secara baik. Ketika negara tidak membangun, negara itu sama dengan negara gagal. Negara harus terus bergerak kearah yang lebih baik, ke arah yang dicita-citakan yaitu negara yang adil dan makmur. Sasaran dari reformasi birokrasi adalah perubahan perilaku untuk memberikan kapasitas pelayanan kejaksaan terhadap masyarakat. Karena jaman berubah, tuntutan kebutuhan masyarakatpun berkembang sesuai tuntutan jaman. Oleh karena itu, kejaksaan dalam pelaksanaannya telah mentapkan beberapa program:
1.      Program jangka pendek
a.       Penetapan kebijakan strategi penanganan perkara (pidana umum dan pidana khusus).
b.      Pengembangan website kejaksaan (www.kejaksaan.go.id)
c.       Pengembangan fasilitas pengaduan masayarakat melalui website kejaksaan RI
2.      Program jangka menengah
a.       Implementasi kebijakan strategis tentang percepatan penanganan perkara pidana umum dan pidana khusus pada keempat satuan kerja pilot project.
b.      Pembenahan infrastruktur SIMKARI (Sistem Informasi Manajemen Kejaksaan Republik Indonesia) pada keempat satuan kerja pilot project dalam upaya mendukung sistem online proses percepatan dan penanganan perkara pidana umum dan pidana khusus.
3.      Program jangka panjang: program percepatan (quick wins)
Kebijakan strategis dalam penangan perkara untuk tindak pidana umum, pertama-tama, dari masyarakat melapor ke polisi sampai disampaikan ke kejaksaan merupakan proses yang panjang. Proses yang panjang ini diatur dalam kitab undang – undang hukum acara pidana No. 8/1981. Di dalam KUHAP terjadi pemisahan tanggung jawab antara penyidik polisi, penuntut umum, kejaksaan, dengan  pengadilan. Sehingga ketika polisi sudah melaksanakan penyidikan, sudah menyerahkan perkaranya ke kejaksaan, maka polisi sudah tidak merasa ada sangkut paut lagi dengan perkara itu. Karena terjadi pemisahan semacam itu, ketika terjadi salah paham antara penyidik dan penuntut umum maka akan terjadi masalah dan berimbas pada keterlambatan penanganan perkara yang bersangkutan.
Ada dua syarat berkas perkara yang diserahkan ke kejaksaan, syarat formil dan syarat materiil yang perlu dipenuhi oleh penyelidik. Syarat formil yaitu mengenai keabsahan hasil penyidikan, berita acara harus sudah ditandatangani oleh penyidik, penyidik harus memiliki pangkat yang memenuhi syarat, dan lainnya. Syarat materiil yaitu mengenai cerita dari perkara itu sendiri harus sudah memenuhi setiap unsur delik dari pasal yang bersangkutan. Ketika berkas belum lengkap, kejaksaan akan mengembalikannya pada penyidik. Bolak balik berkas inilah yang menjadi masalah karena perkara menjadi berlarut-larut. Maka pimpinan kejaksaan dalam hal ini mengambil kebijakan, bahwa ketika jaksa agung menerima laporan penyidikan atau SPDP (Surat Perintah Penyidikan) jaksa diminta untuk lebih proaktif untuk memanggil penyidik atau meminta penyidik untuk berkonsultasi dan berkoordinasi. Untuk itu disediakan satu ruangan untuk berkoordinasi sehingga masalah tidak berlarut-larut dan perkara bisa diselesaikan secara cepat, akurat, dan murah.
Untuk penanganan pidana khusus, misal pidana korupsi, dibuatlah SOP yaitu Standar Operasional Prosedur. SOP adalah ketentuan yang mengatur tentang penyidikan, mengenai apa, kapan, dan berapa lama. SOP digunakan sebagai alat untuk menjadi guidance atau petunjuk petugas di lapangan dan sebagai tolak ukur kepatuhan dan keberhasilan petugas dalam melaksanakan tugas. Selama satu atau dua bulan sekali akan dievaluasi masalah – masalah yang ada dan dirumusukan petunjuk-petunjuk strategis untuk mengatasi masalah tersebut.
Visi dari kejaksaan adalah untuk mewujudkan Kejaksaan sebagai lembaga penegak hukum yang melaksanakan tugasnya secara independen dengan menjunjung tinggi HAM dalam negara hukum berdasarkan Pancasila.
Misi dari kejaksaan:
1.      Mengoptimalkan pelaksanaan fungsi Kejaksaan dalam pelaksanaa tugas dan wewenang
2.      Mengoptimalkan peranan bidang Pembinaan dan Pengawasan
3.      Mengoptimalkan tugas pelayanan publik di bidang hukum
4.      Melaksanakan pembenahan dan penataan kembali struktur organisasi Kejaksaan, pembenahan sistem informasi manajemen agar kinerja Kejaksaan dapat berjalan lebih efektif, efisien, transparan, akuntabel dan optimal.
5.      Membentuk aparat Kejaksaan yang handal, tangguh, profesional, bermoral dan beretika.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar