1. Hukum Masa Lalu di Indonesia
Ketika berbicara tentang sejarah hukum, ada dua objek yang dibahas. Yang pertama, membahas hukum yang pernah berlaku tapi sekarang sudah tidak lagi, lalu membahas proses pembentukan undang - undang. Kegunaan mempelajari sejarah hukum adalah agar orang lebih mengerti dan memahami hukum yang sedang berlaku, karena kadang kala masalah hukum yang tidak memiliki jawaban di hukum yang sedang berlaku melainkan ada di sejarah hukum. Contohnya pada UU No.1/1974 tentang perkawinan mengandung asas monogami yaitu asas yang menyatakan bahwa "Dalam waktu yang sama seorang laki hanya diperbolehkan mempunyai satu orang perempuan sebagai istrinya, satu orang perempuan hanya satu orang suami sebagai suaminya.", namun membuka kesempatan pada seseorang untuk berpoligami dengan syarat - syarat tertentu. Jadi asas monogami di sini sifatnya tidak mutlak. Lalu dari sini timbul pertanyaan, mengapa poligami masih diperbolehkan. Jawaban dari pertanyaan ini tidak dapat ditemukan dalam undang-undang tersebut, namun dapat ditemukan pada proses pembentukannya. Selain itu, pada UU No.1/1974 ini memang menganut unsur dari masa lalu. Asas monogami diambil dari KUHPer. (Burgerlijk Wetboek/BW), hanya saja karena rakyat di Indonesua kebanyakan memeluk agama Islam yang membolehkan poligami, maka asas itu mengalami modifikasi dan jadilah asas monogami yang tidak mutlak.
2. Hukum yang Sedang Berlaku di Indonesia (Ius Konstitutem / Hukum Positif)
Memiliki indikator:
a. Mempunyai kekuatan yang mengikat.
Artinya ketentuan - ketentuan hukum iyu garus dilakukan dan dilaksanakan oleh setiap orang
b. Bagi mereka yang tidak melaksanakan ketentuan atau kewajiban hukum itu umumnya akan dikenakan sanksi.
Dikatakan umumnya karena sanksi hukum itu bukan unsur essensi / pokok. Hukum pidana sudah pasti memiliki sanksi hukum namun hukum perdata belum tentu. Contohnya pasal 330 KUHPer. (BW) tentang kedewasaan "Kedewasaan seseorang adalah usia 21 tahun atau telah menikah". Undang-undang ini berisi aturan yang tidak memiliki sanksi.
Kita mengenal sanksi - sanksi lain selalin sanksi hukum, contohnya sanksi moral, sanksi agama, dan lainnya. Perbedaan prinsip antara sanksi hukum dengan sanksi lain adalah sanksi hukum pelaksanaanya dapat dipaksakan. Pelaksanaan sanksi hukum ini dilaksanakan oleh badan atau lembaha yang berwenang atau instansi khusus, jadi tidak sembarang orang bisa melaksanakan sanksi hukum. Contohnya pasal 362 KUHPidana tentang pencurian "Barang siapa yang mengambil suatu barang, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk memilikinya secara melawan hukum diancam karena pencurian dengan pidana penjara maksimum lima tahun". Ketika sesorang memenuhi kriteria dari pasal ini, maka ia akan ditangkap, diproses sesuai hukum, dan dijatuhi pidana oleh hakim, dan orang tersebut mau tidak mau harus menerima. Dan ada lembaga khusus yang memproses hal ini. Dalam memeriksa pun ada aturannya, menggunakan asas praduga tak bersalah yaitu asas di mana seseorang dinyatakan tidak bersalah hingga pengadilan menyatakan bersalah, masyarakat tidak bisa main hakim sendiri.
3. Hukum yang Akan Berlaku di Indonesia (ius kontituentum)
Contohnya adalah rancangan undang-undang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar