Minggu, 05 April 2015

HUKUM PERIKATAN

Perikatan adalah suatu hubungan hukum antara dua orang atau lebih, di ranah harta kekayaan, dimana ada pihak yang melakukan kewajiban dan ada pihak yang mendapatkan hak atas suatu prestasi. 
Perjanjian adalah suatu perbuatan hukum dimana seseorang atau lebih saling berjanji dan mengikatkan diri pada orang lain atau lebih untuk melaksanakan suatu hal. 
Hubungan perjanjian dan perikatan adalah pejanjian merupakan salah satu sumber yang dapat menimbulkan perikatan dari sumber-sumber yang lain. 

SUBYEK PERIKATAN
1. KREDITUR: Pihak yang berhak atas prestasi
2. DEBITUR: Pihak yang berkewajiban atas prestasi

OBYEK PERIKATAN/PRESTASI
1. Melakukan sesuatu
2. Memberikan sesuatu
3. Tidak melakukan sesuatu

WAN PRESTASI/Prestasi Buruk
1. Sama sekali tidak melakukan prestasi
2. Melakukan prestasi tapi tidak sempurna
3. Melakukan prestasi tapi telat
4. Melakukan yang tidak boleh dilakukan
Apa yang menyebabkan terjadinya wanprestasi?
1. Kesalahan debitur baik dolus atau culpa
2. Overmacht/ Force Majeur/ Keadaan memaksa:
    Yaitu keadaan yang terjadi diluar kesalahan debitur, terjadi setelah perikatan dibuat dan tidak dapat diduga sebelumnya, yang mengakbitkan debitur tidak dapat memenuhi prestasinya. 
Tuntutan kreditur atas wanprestasi
1. Pemenuhan perjanjian (1267)
2. Pemenuhan perjanjian dan gantirugi (1267) 
3. Gantirugi (1243)
4. Pembatalan perjanjian (1266)
5. Pembatalan perjanjian dan ganti rugi (1267)
Sifat Overmacht
1. Tetap: Perikatannya terhenti (sudah tidak mungkin memenuhi prestasi)
2. Sementara: Perikatannya tertunda (prestasinya masih dibutuhkan)





SUMBER PERIKATAN
1. PERJANJIAN
2. UNDANG UNDANG
    1. UNDANG-UNDANG SAJA
        a. Pekarangan yang bersebelahan (625) 
            Apabila pekarangan A lebih tinggi daripada pekarangan B maka pekarangan B mendapatkan air yang mengalir dari pekarangan A. Pekarangan A tidak boleh memanggul tanah yangmenyebabkan air tidak bisa mengalir. 
        b. Kewajiban untuk mendidik dan merawat anak (104)
    2. UNDANG-UNDANG DAN PERB. MANUSIA
        A. Pebuatan Sesuai Hukum 
        a. Perbuatan Sukarela (1354) 
            Perbuatan yang dilakukan tanpa perintah orang lain, meskipun untuk kepentingan orang lain yang diwakilkan. meskipun tidak ada perjanjian terlebih dahulu, orang itu memiliki kewajiban untuk menyelesaikan tugasnya sampai tuntas sampai orang yang diwakilkan mampu melakukan sendiri. Orang yang diwakilkan wajib membayar biaya yang dikeluarkan oleh orang tersebut, tapi orang tersebut tidak boleh menuntut upah, karena sukarela. 
        b. Pembayaran Tak Terhutang (1359)
            Membayar hutang padahal tidak memiliki hutang karena khilaf, dia memiliki hak untuk menuntu kembali. 
       B. Perbuatan Melanggar Hukum (1365)
            Dalam perjanjian melanggar hukum, tidak ada hak dan kewajiban atau disebut perjanjian bebas. Contohnya judi, apabila salah satu pihak tidak memenuhi prestasi maka tidak bisa dituntut. Unsur perbuatan melawan hukum: ada pebuatan kesalahan, ada kerugian, pihak yang dirugikan berhak menuntut ganti rugi, ada hubungan antara perbuatan dengan kerugian. 



ASAS-ASAS PERJANJIAN

  • ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK: Menurut pasal 1338 ayat 1, para pihak bebas dalam apakah akan melakukan perjanjian atau tidak, dengan siapa melakukan perjanjian (para pihak), bentuk dari perjanjian (tertulis atau tidak), dan bebas menentukan isinya selama tidak bertentangan dengan hukum, kesusilaan, dan ketertiban umum. 
  • ASAS KEPASTIAN HUKUM (PACTA SUR SERVANDA): Setiap perjanjian mengikat para pihak yang bersanggkutan dan memiliki kekuatan hukum sehingga harus ditaati. 
  • ASAS KONSENSUALISME: Perjanjian terjadi ketika terjadi kesepakatan sehingga sebenarnya tidak perlu adanya formalitas, kecuali undang-undang mengatur. 
  • ASAS ITIKAD BAIK: Perjanjian yang dibuat secara sah harus dibuat dan dilaksanakan dengan jujur dan terbuka atau tidak ada niat untuk merugikan orang lain. 
  • ASAS KEPRIBADIAN: Perjanjian hanya mengikat antara kedua belah pihak yang melakukan perjanjian


SYARAT SAH PERJANJIAN (1320 KUHPdt)

  • SYARAT SUBJEKTIF
  1. SEPAKAT: Adalah perjumpaan atau kesuaian kehendak dari kedua belak pihak. Hal-hal yang menyebabkan tidak sahnya sepakat adalah kekhilafan, paksaan, dan penipuan. 
  2. CAKAP HUKUM: Para pihak sudah dewasa menurut hukum atau min. 21 tahun atau sudah menikah. Tidak dibawah pengampuan (gila, shopaholic, pemabuk, pemakai narkoba)
  • SYARAT OBYEKTIF 
  1. HAL-HAL YANG DITENTUKAN: Obyek dari perjanjian harus bisa ditentukan. 
  2. SEBAB YANG HALAL: Tidak bertentangan dengan hukum, kesusilaan, dan ketertiban umum
Apabila syarat sah subjektif tidak terpenuhi, maka perjanjian bisa dimintakan pembatalan oleh pihak yang merasa dirugikan. Apabila tidak ada pembatalan, maka perjanjian tetap berlangsung. Sedangkan apabila syarat sah objektif tidak terpenuhi, makan perjanjian batal demi hukum, artinya perjanjian dianggap tidak pernah terjadi.
Apabila syarat sah sudah terpenuhi, makan perjanjian mengikat para pihak secara hukum dan harus dilaksanakan dengan itikad baik. 

UNSUR PERJANJIAN
1. Essensilia: Bagian yang harus ada di dalam sebuah perjanjian. Jika bagian ini tidak ada maka akan sama dengan perjanjian lain
2. Naturalia: Bagian yang tidak disepakati dulu namun karena ada dalam uundang-undang, maka mengikat para pihak
3. Accidentalia: Bagian yang ditambahkan oleh para pihak. 






Kamis, 13 Maret 2014

140307 Hukum Agraria - Hukum Agraria Adat dan Barat (Pertemuan ke III)

Sebelum berlakunya UUPA (yang disahkan pada tanggal 24 Sept 1960), Ada 2 macam Hukum Agraria:
  1. Hukum Agraria Barat
  2. Hukum Agraria Adat
Ketentuan hukum Agraria Barat sebagian besar ada pada Kitab ke-2 KUHPerdata dan peraturan2 lain di luar KUHPerdata

Dalam dualisme Hukum Agraria yang dibedakan adalah objeknya, tanpa meperhatikan subjek/pemegang haknya. Tanah yang tunduk pada HA Adat adalah adalah tanah-tanah dengan hak-hak adat, sedangkan tanah yang tunduk pada HA Barat adalah tanah-tanah dengan hak-hak barat. Sebagian besar tanah di Indonesia tunduk pada HA Adat. 
  1. Hak Ulayat adalah hak dari masyarakat adat untuk menguasai daerah hukumnya. Masy. hukum adat adalah sekelompok orang yang merasa saling terikat satu sama lain karena persamaan keturunan (geneologis) atau persamaan tempat tinggal (domisili). Dengan Hak Ulayat, Masy hukum adat punya kewenangan untuk mengatur. 
  2. Hak Perorangan adalah hak yang timbul dengan cara membuka tanah/hutan. Membuka tanah ada dua cara: secara perorangan dan secara bersama-sama. Tanah hutan yang dibuka bersama-sama bisa dibedakan menjadi 4:  a. Tanah Gogol yaitu tanah yang hasilnya diberikan kepada yang membuka hutan b. Tanah Jabatan yaitu tanah yang diberikan kepada perangkat desa c. Tanah Kas desa yaitu tanah yang dipakai untuk kepentingan bersama yang menghasilkan uang d. Tanah u/ fasilitas umum yaitu tanah untuk tempat membangun fasilitas umum
Perbedaan asas:
  1. Asas horizon/pemisahan: HA A pemilik tanah tidak selalu pemilik benda-benda diatas tanah itu, sedangkan asas vertikal/perekatan: HA Barat pemilik tanah sekaligus juga pemilik barang2 diatasnya
  2. Tanah adat apabila dijaminkan, lembaga hukumnya adalah gadai, sedangkan tanah barat, lembaga hukumnya adalah hipotek. Berbeda karena tunduk pada hukum yang berbeda. Perbedaan prinsip antara gadai dan hipotek ada pada penguasaan dan penikmatan. Apabila penguasaan dan penikmatan gadai ada pada kreditor, sedangkan hipotek tetap pada pemilik.
  3. Asas kontan pada HA Adat, ketika terjadi jual beli, saat itulah terjadi peralihan hak. Sedangkan pada HA Barat,  peralihan hak terjadi saat lavering (balik nama)
  4. Asas pasar bebas artinya tanah-tanah dengan hak barat dapat dialihkan pada siapapun. Sedangkan dalam HA Adat ada larangan pengasingan hak tanah, yaitu tanah2 hukum hukum adat dilarang untuk diasingkan oleh bumi putera kepada selain bumi putera. Apabila dilanggar maka akan batal demi hukum dan tanah menjadi milik negara. Namun bisa beralih ke Non BP dengan cara waris atau percampuran


Selasa, 29 Oktober 2013

Hukum Acara Perdata: SILABUS

LEVEL KOMPETENSI


KOMPETENSI I: PENDAHULUAN
1. Pengertian Hukum Acara Perdata
2. Asas - asas Hukum Acara Perdata
3. Sumber Hukum Hukum Acara Perdata
4. Susunan Badan Kekuasaan Peradilan

KOMPETENSI II: TINDAKAN SEBELUM SIDANG
1. Pemanggilan Secara Patut
2. Tuntutan Hak
3. Gigatan Lisan dan tertulis
4. Isi Gugatan dan isi permohonan
5. Komulasi/Penggabungan
6. Kompetensi Peradilan
7. Upaya untuk menjamin hak

KOMPETENSI III: ACARA ISTIMEWA
1. Gugatan gugur
2. Putusan Verstek
3. Mediasi dan Litigasi

KOMPETENSI IV : PROSES JAWAB MENJAWAB
1. Perubahan dan pencabutan gugatan
2. Jawaban gugatan
3. Replik Duplik
4. Masuknya Pihak Ketiga


KOMPETENSI V : PEMBUKTIAN
1. Pengertian
2. Pembagian beban pembuktian
3. Alat-alat bukti

KOMPETENSI VI : PUTUSAN
1. Pengertian Putusan
2. Sistematika Putusan
3. Jenis-Jenis Putusan
4. Kekuatan Putusan

KOMPETENSI VII : UPAYA HUKUM
1. Upaya hukum biasa
2. Upaya hukum luar biasa

KOMPETENSI VIII: PELAKSANAAN PUTUSAN
1. Pengertian
2. Jenis-jenis pelaksanaan putusan
3. Sita Eksekusi
4. Perlawanan Terhadap Sita Eksekusi

Selasa, 10 September 2013

130909 Hukum Perikatan : SILABUS

LEVEL KOMPETENSI I: PENDAHULUAN
  1. Pengertian Perikatan
  2. Dasar Hukum Perikatan
  3. Sumber-Sumber Perikatan
  4. Jenis-Jenis Perikatan
  5. Ketentuan Umum dalam Hukum Perdata

LEVEL KOMPETENSI II: Perikatan yang Bersumber dari Perjanjian
  1. Pengertian Perjanjian
  2. Dasar Hukum Perjanjian
  3. Unsur-Unsur Perjanjian
  4. Bentuk-Bentuk Perjanjian
  5. Ruang Lingkup Perikatan yang Bersumber Perjanjian
LEVEL KOMPETENSI III: Keabsahan  Perjanjian
  1. Dasar Hukum Keabsahan Perjanjian
  2. Syarat Sah Perjanjian
  3. Akibat Hukum
LEVEL KOMPETENSI IV: Asas-Asas Perjanjian
  1. Pengertian Asas Hukum
  2. Asas Konsensualisme
  3. Asas Kebebasan Berkontrak
  4. Asas Itikad Baik
  5. Asas Kekuatan Mengikat
  6. Asas Kepribadian
  7. Asas Persamaan Hukum
  8. Asas Kepercayaan
  9. Asas Keseimbangan
  10. Asas Kepastian Hukum
  11. Asas Moral
  12. Asas Kepatutan
  13. Asas Kebiasaan 
LEVEL KOMPETENSI V: Tahapan Dalam Perjanjian
  1. Pra Perjanjian
  2. Pembuatan Perjanjian
  3. Pelaksanaan Perjanjian
LEVEL KOMPETENSI VI: Klarifikasi Perjanjian
  1. Berdasar Prestasinya
  2. Berdasar Waktu Perjanjian
  3. Berdasar Pengaturannya
LEVEL KOMPETENSI VII: Perjanjian Bernama / Perjanjian di dalam KUHPerdata
  1. Jual Beli
  2. Tukar Menukar
  3. Sewa Menyewa
  4. Perjanjian Melakukan Pekerjaan
  5. Persekutuan
  6. Perkumpulan
  7. Hibah
  8. Penitipan Barang
  9. Pinjam Pakai
  10. Pinjam Meminjam
  11. Perjanjian Untung-Untungan
  12. Pemberian Kuasa
  13. Penanggungan
  14. Perdamaian 
LEVEL KOMPETENSI VIII: Perjanjian Tidak Bernama / Perjanjian di Luar KUHPerdata
  1. Perjanjian Lisensi
  2. Perjanjian Pembiayaan Konsumen
  3. Perjanjian Sewa Beli
  4. Perjanjian Sewa Guna Usaha (Leasing)
  5. Perjanjian Anjak Piutang (Factoring)
  6. Perjanjian Waralaba (Franchising)
  7. Perjanjian BOT (Built Operate Transfer) 
LEVEL KOMPETENSI IX: Berakhirnya Perjanjian
  1. Berakhirnya Perikatan Menurut KUHPerdata
  2. Kesepakatan Para Pihak
  3. Putusan Hakim
  4. Undang-Undang
  5. Tercapainya Tujuan Perjanjian
LEVEL KOMPETENSI X: Perikatan Yang Bersumber dari Undang - Undang
  1. Pengertian, Istilah, Sumber, Isi, Ruang Lingkup Perikatan yang Bersumber dari UU
  2. Dasar Hukum Perikatan yang Bersumber UU
LEVEL KOMPETENSI XI: Perikatan yang Bersumber dari UU saja
  1. Alimetasi
  2. Pekarangan Berdampingan
LEVEL KOMPETENSI XII: Perikatan yang Bersumber dari UU Akibat Perbuatan Manusia
  1. Perbuatan Menurut Hukum
  2. Perbuatan Melawan Hukum 









Senin, 10 September 2012

120910 Kuliah Umum : Reformasi Kejaksaan dan Penegakan Hukum yang Berkeadilan

Curriculum Vitae

Nama: Drs. H. Moh. Amari, S.H., M.H.
Pangkat: Jaksa Utama Golongan 4E
Jabatan: Wakil Koordinator Staf Ahli Jaksa Agung RI 2011-Sekarang
TTL: Kediri, 8 Januari 1954
Agama: Islam
Alamat:-
Pendidikan: Mendapatkan gelar sarjana hukum pada tahun 1989, mendapatkan gelar magister hukum pada tahun 2002, mendapatkan gelar doktor pada tahun 2012.
Riwayat jabatan:

------------------------------------------------------------------------------------------------------------


Hukum adalah rentetatan tulisan yang ada di dalam kertas. Hanya mahasiswa fakultas hukum yang mau ujian yang membaca secara tertib bunyi undang - undang. Hukum trasa tidak menarik ketika melihat undang-undang tertulis di atas kertas. Hukum menjadi menarik perhatian kita dan masyarakat apabila telah terjadi pelanggaran dan terjadi proses penegakan. Apa itu proses penegakan hukum? Proses penegakan hukum adalah suatu proses yang ditempuh penegak hukum agar hukum itu berlaku seperti yang seharusnya dengan melaksanakan tahapan-tahapan tertentu.
Untuk penegakan hukum pidana, tahap yang pertama adalah penyelidikan. Ketika terjadi pelanggaran hukum, korban atau masyarakat yang mengetahui pelanggaran melapor pada pihak berwajib yang dalam hal ini adalah penyidik. Untuk tindak pidana umum penyidiknya adalah polisi, sedangkan untuk tindak pidana khusus korupsi dapat memilih antara polisi, jaksa, atau KPK. Kalau sudah ada laporan dari masyarakat ke penyddik, penyidik akan menulis laporan itu. Setelah ditulis akan disampaikan ke instansi dan akan dikeluarkan surat perintah penyelidikan.
Sebelum diketahui persis apa tindak pidana yang terjadi, siapa tersangkanya, siapa korbannya, bagaimana ceritanya, biasanya penyidik akan melakukan penyelidikan. Penyelidikan adalah serangkaian tindakan yang dilaksanakan oleh penyidik untuk mengetahui apakan benar telah terjadi tindak pidana. Kalau ternyata benar terjadi, penyidik kemudian melaksanakan tugasnya. Hasil penyelidikan oleh penyidik dilaporkan kepada penuntut umum. Penuntut umum memeriksa apakah berkasnya sudah lengkap atau belum. Kalau berkas sudah memenuhi syarat, akan dikeluarkan surat keterangan yang biasanya dikejaksaan disebut dengan P21. P21 adalah format yang isinya merupakan pemberitahuan kepada penyidik bahwa hasil penyidikan sudah lengkap dan kepada penyidik diminta untuk menyerahkan berkas tersebut ke kejaksaan. Kemudian oleh kejaksaan akan dipelajari dan disusunlah surat dakwa. Oleh kejaksaan setelah surat dakwa disusun dan sudah sesuai dengan ketentuan maka akan dilimpahkan ke pengadilan. Di pengadilan kemudian akan ditunjuk hakim yang akan menyidangkan, lalu ditentukan kelengkapan hari sidang dan jaksa diminta untuk menghadirkan tersangka, saksi, dan barang bukti ke pengadilan dan saat itu namanya bukan tersangka tapi sudah menjadi terdakwa. Dan setelah diputus perkaranya oleh hakim namanya menjadi terpidana.
Yang sering menjadi masalah adalah ketika penyelidikan. Karena penyelidikan melibatkan banyak orang, orang yang tadinya berpikir lurus dapat menjadi berbelok untuk kepentingan suatu pihak. Inilah seperti yang dapat diamati dalam mass media bahwa penegakan hukum di Indonesia sekarang dianggap berada di suatu titik nadir, karena terjadi penyimpangan - penyimpangan. Hukum itu bukan masalah, yang jadi masalah apabila terjadi pelanggaran hukum dan kemudian hukum itu harus ditegakkan. Dalam penegakkan hukum ini seringkali terjadi dinamika akibat gesekan – gesekan kepentingan, kepentingan antara penegak hukum itu sendiri dengan kepentingan para tersangka atau korban.
Dalam kondisi yang ada sekarang, dengan reformasi birokrasi termasuk di dalamnya reformasi kejaksaan diharapkan dapat memformulasi kembali cara – cara kerja dan menata kembali berbagai hal yang berkenaan dengan pekerjaan baik penegak hukum atau pekerja lain, sehingga dapat berjalan sesuai dengan tuntutan jaman seperti yang diharapkan oleh masyarakat. Saat ini reformasi birokrasi ditangani oleh Menteri Pemberdayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Tujuan dari reformasi birokrasi yang termasuk di dalamnya adalah reformasi kejaksaan adalah untuk menata agar kondisi masyarakat madani atau masyarakat yang menata kehidupan sosialnya menjadi lebih baik, dapat segera diwujudkan dan menempatkan hukum sebagai panglima.
Reformasi birokrasi yaitu memformulasikan kembali tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara agar aparat penegak hukum bisa bekerja secara efektif dan efisien dalam melaksanakan tugas umum pemerintah. Tugas umum pemerintah adalah tugas umum yang dilaksanakan oleh semua anggota masyarakat terutama penyelenggara negara dalam melaksanakan pembangunan secara baik. Ketika negara tidak membangun, negara itu sama dengan negara gagal. Negara harus terus bergerak kearah yang lebih baik, ke arah yang dicita-citakan yaitu negara yang adil dan makmur. Sasaran dari reformasi birokrasi adalah perubahan perilaku untuk memberikan kapasitas pelayanan kejaksaan terhadap masyarakat. Karena jaman berubah, tuntutan kebutuhan masyarakatpun berkembang sesuai tuntutan jaman. Oleh karena itu, kejaksaan dalam pelaksanaannya telah mentapkan beberapa program:
1.      Program jangka pendek
a.       Penetapan kebijakan strategi penanganan perkara (pidana umum dan pidana khusus).
b.      Pengembangan website kejaksaan (www.kejaksaan.go.id)
c.       Pengembangan fasilitas pengaduan masayarakat melalui website kejaksaan RI
2.      Program jangka menengah
a.       Implementasi kebijakan strategis tentang percepatan penanganan perkara pidana umum dan pidana khusus pada keempat satuan kerja pilot project.
b.      Pembenahan infrastruktur SIMKARI (Sistem Informasi Manajemen Kejaksaan Republik Indonesia) pada keempat satuan kerja pilot project dalam upaya mendukung sistem online proses percepatan dan penanganan perkara pidana umum dan pidana khusus.
3.      Program jangka panjang: program percepatan (quick wins)
Kebijakan strategis dalam penangan perkara untuk tindak pidana umum, pertama-tama, dari masyarakat melapor ke polisi sampai disampaikan ke kejaksaan merupakan proses yang panjang. Proses yang panjang ini diatur dalam kitab undang – undang hukum acara pidana No. 8/1981. Di dalam KUHAP terjadi pemisahan tanggung jawab antara penyidik polisi, penuntut umum, kejaksaan, dengan  pengadilan. Sehingga ketika polisi sudah melaksanakan penyidikan, sudah menyerahkan perkaranya ke kejaksaan, maka polisi sudah tidak merasa ada sangkut paut lagi dengan perkara itu. Karena terjadi pemisahan semacam itu, ketika terjadi salah paham antara penyidik dan penuntut umum maka akan terjadi masalah dan berimbas pada keterlambatan penanganan perkara yang bersangkutan.
Ada dua syarat berkas perkara yang diserahkan ke kejaksaan, syarat formil dan syarat materiil yang perlu dipenuhi oleh penyelidik. Syarat formil yaitu mengenai keabsahan hasil penyidikan, berita acara harus sudah ditandatangani oleh penyidik, penyidik harus memiliki pangkat yang memenuhi syarat, dan lainnya. Syarat materiil yaitu mengenai cerita dari perkara itu sendiri harus sudah memenuhi setiap unsur delik dari pasal yang bersangkutan. Ketika berkas belum lengkap, kejaksaan akan mengembalikannya pada penyidik. Bolak balik berkas inilah yang menjadi masalah karena perkara menjadi berlarut-larut. Maka pimpinan kejaksaan dalam hal ini mengambil kebijakan, bahwa ketika jaksa agung menerima laporan penyidikan atau SPDP (Surat Perintah Penyidikan) jaksa diminta untuk lebih proaktif untuk memanggil penyidik atau meminta penyidik untuk berkonsultasi dan berkoordinasi. Untuk itu disediakan satu ruangan untuk berkoordinasi sehingga masalah tidak berlarut-larut dan perkara bisa diselesaikan secara cepat, akurat, dan murah.
Untuk penanganan pidana khusus, misal pidana korupsi, dibuatlah SOP yaitu Standar Operasional Prosedur. SOP adalah ketentuan yang mengatur tentang penyidikan, mengenai apa, kapan, dan berapa lama. SOP digunakan sebagai alat untuk menjadi guidance atau petunjuk petugas di lapangan dan sebagai tolak ukur kepatuhan dan keberhasilan petugas dalam melaksanakan tugas. Selama satu atau dua bulan sekali akan dievaluasi masalah – masalah yang ada dan dirumusukan petunjuk-petunjuk strategis untuk mengatasi masalah tersebut.
Visi dari kejaksaan adalah untuk mewujudkan Kejaksaan sebagai lembaga penegak hukum yang melaksanakan tugasnya secara independen dengan menjunjung tinggi HAM dalam negara hukum berdasarkan Pancasila.
Misi dari kejaksaan:
1.      Mengoptimalkan pelaksanaan fungsi Kejaksaan dalam pelaksanaa tugas dan wewenang
2.      Mengoptimalkan peranan bidang Pembinaan dan Pengawasan
3.      Mengoptimalkan tugas pelayanan publik di bidang hukum
4.      Melaksanakan pembenahan dan penataan kembali struktur organisasi Kejaksaan, pembenahan sistem informasi manajemen agar kinerja Kejaksaan dapat berjalan lebih efektif, efisien, transparan, akuntabel dan optimal.
5.      Membentuk aparat Kejaksaan yang handal, tangguh, profesional, bermoral dan beretika.


Kamis, 06 September 2012

120906 Pengantar Hukum Indonesia (2nd): Hukum Masa Lalu, Hukum yang Sedang Berlaku, dan Hukum yang Akan Datang di Indonesia

Pengantar Hukum Indonesia adalah Ilmu yang membahas dan mempelajari hukum di Indonesia secara garis besar.
1. Hukum Masa Lalu di Indonesia
Ketika berbicara tentang sejarah hukum, ada dua objek yang dibahas. Yang pertama, membahas hukum yang pernah berlaku tapi sekarang sudah tidak lagi, lalu membahas proses pembentukan undang - undang. Kegunaan mempelajari sejarah hukum adalah agar orang lebih mengerti dan memahami hukum yang sedang berlaku, karena kadang kala masalah hukum yang tidak memiliki jawaban di hukum yang sedang berlaku melainkan ada di sejarah hukum. Contohnya pada UU No.1/1974 tentang perkawinan mengandung asas monogami yaitu asas yang menyatakan bahwa "Dalam waktu yang sama seorang laki hanya diperbolehkan mempunyai satu orang perempuan sebagai istrinya, satu orang perempuan hanya satu orang suami sebagai suaminya.", namun membuka kesempatan pada seseorang untuk berpoligami dengan syarat - syarat tertentu. Jadi asas monogami di sini sifatnya tidak mutlak. Lalu dari sini timbul pertanyaan, mengapa poligami masih diperbolehkan. Jawaban dari pertanyaan ini tidak dapat ditemukan dalam undang-undang tersebut, namun dapat ditemukan pada proses pembentukannya. Selain itu, pada UU No.1/1974 ini memang menganut unsur dari masa lalu. Asas monogami diambil dari KUHPer. (Burgerlijk Wetboek/BW), hanya saja karena rakyat di Indonesua kebanyakan memeluk agama Islam yang membolehkan poligami, maka asas itu mengalami modifikasi dan jadilah asas monogami yang tidak mutlak. 

2. Hukum yang Sedang Berlaku di Indonesia (Ius Konstitutem / Hukum Positif)
Memiliki indikator:
a. Mempunyai kekuatan yang mengikat.
Artinya ketentuan - ketentuan hukum iyu garus dilakukan dan dilaksanakan oleh setiap orang 
b. Bagi mereka yang tidak melaksanakan ketentuan atau kewajiban hukum itu umumnya akan dikenakan sanksi. 
Dikatakan umumnya karena sanksi hukum itu bukan unsur essensi / pokok. Hukum pidana sudah pasti memiliki sanksi hukum namun hukum perdata belum tentu. Contohnya pasal 330 KUHPer. (BW) tentang kedewasaan "Kedewasaan seseorang adalah usia 21 tahun atau telah menikah". Undang-undang ini berisi aturan yang tidak memiliki sanksi.
Kita mengenal sanksi - sanksi lain selalin sanksi hukum, contohnya sanksi moral, sanksi agama, dan lainnya. Perbedaan prinsip antara sanksi hukum dengan sanksi lain adalah sanksi hukum pelaksanaanya dapat dipaksakan. Pelaksanaan sanksi hukum ini dilaksanakan oleh badan atau lembaha yang berwenang atau instansi khusus, jadi tidak sembarang orang bisa melaksanakan sanksi hukum. Contohnya pasal 362 KUHPidana tentang pencurian "Barang siapa yang mengambil suatu barang, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk memilikinya secara melawan hukum diancam karena pencurian dengan pidana penjara maksimum lima tahun". Ketika sesorang memenuhi kriteria dari pasal ini, maka ia akan ditangkap, diproses sesuai hukum, dan dijatuhi pidana oleh hakim, dan orang tersebut mau tidak mau harus menerima. Dan ada lembaga khusus yang memproses hal ini. Dalam memeriksa pun ada aturannya, menggunakan asas praduga tak bersalah yaitu asas di mana seseorang dinyatakan tidak bersalah hingga pengadilan menyatakan bersalah, masyarakat tidak bisa main hakim sendiri. 

3. Hukum yang Akan Berlaku di Indonesia (ius kontituentum)
Contohnya adalah rancangan undang-undang





Rabu, 05 September 2012

120905 Pengantar Ilmu Hukum (2nd) : Pengertian Hukum


Apa itu hukum?
Istilah hukum berasal dari bahasa arab yaitu alhukm. Secara harfiah bermakna kaidah atau ketetapan. Dalam bahasa Belanda dan bahasa Jerman digunakan istilah recht yang bermakna keseluruhan aturan nilai mengenai segi kehidupan bermasyarakat. Dalam bahasa Prancis digunakan istilah droit dan dalam bahasa Itali digunakan istilah diritto. Lalu dalam bahasa Yunani digunakan istilah ius dan dalam bahasa Inggris digunakan istilah law

Pengertian hukum menurut beberapa pakar

Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro 
"Hukum adalah rangkaian peraturan-peraturan mengenai tingkah laku orang-orang sebagai anggota suatu masyarakat."

Drs. E. Utrecht, S.H., 
"Hukum adalah himpunan peraturan-peraturan (perintah-perintah dan larangan-larangan) yang mengurus tata tertib suatu masyarakat dan karena itu harus ditaati oleh masyarakat itu."
*hukum yang isinya berupa perintah, misalnya "memakai sabuk keselamatan bagi pengemudi kendaraan bermotor roda empat atau lebih, dan mempergunakan helm bagi pengemudi kendaraan bermotor roda dua" 

AKUMULASI

a. Hukum itu himpunan peraturan baik tertulis maupun tidak tertulis
b. Isinya berupa perintah dan larangan
c. Bertujuan untuk mengatur tata tertib kehidupan bermasyarakat.
Jadi agar sebagai manusia dapat hidup tertib bersama manusia lain. Sehingga ketika kita memenuhi hak sendiri, tidak mengganggu hak orang lain. Contohnya, saya ingin memenuhi hak saya sebagai manusia untuk bersenang-senang dengan cara keliling kota, oleh karena itu saya mencuri sepeda motor milik orang lain untuk keliling kota.
d. Lazimnya mengandung sanksi. 
Jadi tidak semua hukum memiliki sankri. Karena ada hukum yang imperaktif (memerintah) dan ada hukum yang berupa anjuran. Contoh hukum yang berupa anjuran adalah anjuran pada tiap bungkus rokok "Merokok Dapat Menyebabkan Serangan Jantung, Impotensi dan Gangguan Kehamilan dan Janin". Anjuran ini merupakan hukum tapi tidak ada sanksinya.

Norma-Norma

a. Norma Agama
Norma agama berlaku pada orang - orang yang percaya. Sanksinya ada, namun tidak tegas dan tidak konkret. Oleh karena itu, norma agama sering dilanggar.
b. Norma Kesusilaan
Norma ini berasal dari hati nurani. Jadi hati nurani yang menetukan pantas atau tidak pantasnya sebuah tindakan.
c. Norma Kesopanan
Yang membangun atau konstruksi dari norma kesopanan adalah masyarakat. Satu masyarakat dengan masyarakat yang lain memilik norma kesopanan yang berbeda-beda. Sanksi berupa teguran. Tidak ada sanksi yang tegas kecuali ketika sanksi kesopanan ini dimasukkan dalam hukum.